2 Tahun berlalu, kini dunia
dihebohkan dengan virus Corona dan
menyebabkan pandemic di seluruh dunia. Kondisi Indonesia awalnya normal –
normal saja ketika china mulai
memberlakukan lockdown pada kota yang terdampak virus Covid-19. Begitu Covid dinyatakan
masuk di Indonesia sebagian besar masyarakat merasa panic. Saya melihat ada rasa
ketakutan dimana – mana, terjadi pemborongan masker, rekan – rekan kerja mulai
jaga jarak, dan setiap beberapa menit menyemprot handsanitizer. Padahal secara
teori jika kasus pertama baru ditemukan di Jakarta, maka akan membutuhkan waktu untuk virus tersebut tiba di
daerah – daerah, begiitu yang saya pikirkan.
Sesuai dengan teori saya,
ternyata setelah 1 bulan kemudian akhirnya kasus covid pertama dinyatakan masuk
di kota saya. Berita ini cukup membuat panic seisi rumah, grup – grup whatsapp
jadi berubah dan semuanya membahas mengenai Covid-19, anjuran untuk tidak
keluar rumah jika kurang penting diberlakukan. Tidak ada yang boleh bepergian
jauh kecuali saya sebagai kepala keluarga untuk membeli kebutuhan rumah. Saya pun
menerapkan protocol yang ketat selama diluar rumah.
Setelah beberapa bulan
covid-19 tidak kunjung mereda, justru terjadi trend peningkatan jumlah orang
yang terinfeksi dan meninggal bahkan jumlah infeksi menembus angka 1 juta orang.
Namun seharusnya warga menerapkan protocol yang semakin ketat ternyata justru
sebaliknya, mulai muncul isu – isu tentang covid-19 itu tidak ada, covid hanya
isu. Bahkan di beberapa grup whatsapp yang saya ikuti mulai tersebar info tentang
covid yang tidak nyata. Disekitar rumah bahkan obrolan tetangga banyak yang
sudah mulai berpendapan bahwa covid itu tidak ada, mereka mulai tidak percaya
tentang covid ini.
Sebagai seorang pengajar ilmu
sains sains tepatnya biologi, saya heran dengan hal – hal ini, namun saya tidak
memiliki kekuatan untuk membantah hal tersebut karena sebagiain besar yang
berpendapat bahwa covid itu tidak nyata berasal dari kalangan orang yang lebih
dewasa. Suatu hari tidak sengaja saya bertemu dengan seorang teman Semasa SMA
yang sudah bekerja menjadi dokter dan kebetulan menjadi bagian tim yang
menangani masalah covid-19 ini. Walalaupun agak ragu untuk ngobrol lama secara
berdekatan, tetapi akhirnya kami berdiskusi mengenai apa yang sebenarnya
terjadi tentang corona ini. Teman saya bercerita kalau sudah banyak keluarganya
yang terkena covid-19 tetapi masih saja ada yang menyangkal kalua mereka
tidak terkena Covid-19. Hasil diskusi panjang dengan teman tersebut, ternyata
fakta lain tentang covid ini saya temukan, berita- berita tentang covid hanya
rekayasa itu sama sekali tidak benar, berita tentang tenaga kesehatan sengaja
mengcovidkan passien itu tidaklah benar. Parahnya lagi masyarakat di daerah
semakin banyak yang tidak percaya dengan covid ini sehingga tenaga kesehatan
kesulitan melakukan pelacakan jika ada 1 kasus terjadi, karena masyarakat yang
menolak dilakukan swab. “Nawabawakan jaki parang kalau maui di swab, padahal
tujuannya untuk melacak penyebaran covid”, Begitu jawaban teman saya bercerita
tentang pengalamannya di lapangan mengurus covid ini.
Setelah berdiskusi dengan
tersebut saya kembali berfikir dan merenungkan mengapa hal ini bisa terjadi. Mengapa
orang – orang yang dulunya percaya dengan Covid-19 menjadi tidak lagi percaya? Sayapun
akhirnya menyimpulkan bahwa kurangnya pemahaman sains menyebabkan kita tidak
mudah percaya mengenai covid-19 ini. Kurangnya orang yang memahami bahwa virus
itu dapat menyebar dengan mudah, bahkan untuk virus lain selain CORONA, kita
juga masih kurang pemahaman bahwa system imun setao orang itu berbeda – beda,
ada orang yang mudah terkena corona dan adapula yang tidak mudah terinveksi. Secara historis beberapa kali dunia ini
terkena pandemic yang disebabkan oleh bakteri dan virus, semua bakteri dan virus
tersebut berhasil ditaklukkan dan ditemukan obatnya. Tetapi harus menunggu
waktu, hingga hari ini Ilmuan masih mencari solusi untuk dapat mengatasi Covid
ini.
Beberapa minggu
belakangan kembali ramai masalah Vaksin COVID-19 yang mulai di ujicobakan. Lagi
– lagi sebelum vaksin beredar, berita hoax tentang vaksin lebih dulu tiba di
grup – grup whatsapp. Secara teori waksin itu telah melalui ribuan kali uji
coba dan hanya akan diisebarkan secara luas jika tidak memiliki dampak buruk,
ujicoba dikalangan medis biasanya menyaratkan resiko kegagalan harus dibawah
0,05%. Vaksin itu adalah virus yang telah dilemahkan, tidak akan menyerang
kita, hanya saja mesti dipahami bahwa ada banyak sekali varian Virus Covid-19, dan vaksin dibuat
berdasarkan varian yang paling umum ditemukan. Jika setelah vaksin tetap
terkena covid maka dipastikan itu adalah inveksi dari virus varian lainnya. Hal
serupa terjadi pada penyakit tahunan flu, setiap tahun kita pasti terkena flu,
itu disebabkan oleeh infeksi varian virus yang berbeda – beda setiap tahunnya.
Pengalaman Saat Pandemi
COVID-19 ini kita belajar bahwa
pentingnya setiap orang untuk memahami sains. Jika sekamin banyak orang yang paham mengenai
sains maka kita tidak mudah terkena iisu hoax tentang sains tersebut. Banyak
sekali info hoax yang akhirnya tersebar yang berhubungan dengan ilmu sains. Saran
saya agar setiap orang paham sains dengan baik yaitu dengan menggratiskan buku –
buku digital tentang ilmu sains, setap orang harus lebiih banyak membaca
artikel sains ketimbang berita hoax. Berita hoax lebih mudah ditemukan dengan
judul yang fantastis dibandingkan buku – buku tentang sains semacam national geographic.
Tulisan ini diikutkan
dalam #TantanganBlogAM2021